PANGANDARAN (JP), Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2018 menyebut dalam situs resminya bahwa setiap tahun terjadi 15 juta kelahiran bayi prematur di seluruh dunia. Indonesia sendiri menempati urutan ke-5 sebagai negara dengan kelahiran prematur tinggi, yakni sekitar 675.700 kelahiran. Sedang, data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan pada 2018 menunjukan, 48 kelahiran prematur di Indonesia disebabkan oleh kondisi anemia ibu selama kehamilan.
Seorang bayi dikatakan lahir prematur jika sang ibu melahirkan sebelum minggu ke-37 kehamilan. Dibutuhkan perawatan khusus di ruang neonatal ICU (NICU) agar bayi yang lahir prematur mampu bertahan hidup. Lantas apa yang menyebabkan terjadinya kelahiran prematur?
Dijelaskan dokter spesialis anak di Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Bunda Jakarta, Dr dr Rinawati Rohsiswatmo, SpA(K) bahwa faktor penyebab utama dari bayi lahir prematur terbagi menjadi dua yakni dari faktor ibu dan bayi.
“Kita harus lihat dari faktor ibunya dan bayinya. Kalau ibunya ya preeklampsia, pendarahan, ketuban pecah, infeksi, tapi ada faktor bayi juga, ibunya sehat–tapi si bayi ini enggak tumbuh, dia kecil terus dan itu harus segera dibuka,” ujarnya.
Untuk mendukung pertumbuhan bayi prematur, diperlukan pemantauan dokter terutama di dua tahun pertama kehidupan. Dalam pemantauan bayi prematur tersebut, ada empat ranah yang dinilai. Yaitu motor kasar, motor halus, bicara atau bahasa, dan sosial kemandirian.
Dari keempat faktor kemampuan tersebut, biasanya yang paling sering bermasalah adalah kemampuan bicara dan bahasa. Bayi yang lahir secara prematur seringkali mengalami keterlambatan bicara ataupun mengolah bahasa.
Hal ini dapat dipengaruhi karena pasokan makanan pendamping air susu ibu (MPASI) yang telat. Sehingga mengakibatkan keterampilan oromotornya belum tercapai dengan baik. Keterampilan oromotor adalah kemampuan dasar makan yang berkaitan dengan pergerakan otot-otot mulut.
“Ini keluarannya biasanya keterlambatan bicara ekspresi, anak mengerti tapi tidak bisa banyak mengucap,” lanjutnya.
Walau bayi prematur memiliki berbagai risiko gangguan pertumbuhan, tapi tidak menutup kemungkinan bayi-bayi itu bisa tumbuh sehat layaknya anak pada umumnya. Hal ini tak lepas dari peran dokter, perawat, dan orangtua. Jika ketiganya bekerja sama dengan baik maka anak pun akan tumbuh dengan baik. Bahkan, sebagian anak prematur mampu tumbuh dan bersaing di sekolah dengan prestasi yang membanggakan. (Ind)
Discussion about this post